Tidakkah kau tahu, mengerti satu hati dan satu kepala saja butuh bertahun-tahun. Kini aku harus berusaha mengerti dirimu, yang baru kutemui 56 menit yg lalu. Ah, tidak, ditambah dengan pertemuan kita kemarin sore itu. Dengan tawaranmu untuk mengerti diriku, aku kau ajak untuk membalas mengerti. Tak semudah itu, Dylan.Kemarin, kita baru saja bertemu. Suatu ketidak sengajaan yang memang sungguh saat kuharapkan, bertemu denganmu lagi. Tapi, dengan adanya kau kembali ke kehidupanku, semuanya seperti pusaran waktu yang tak mampu kukendalikan, masa lalu, saat ini, dan kini kau meminta agar kau ada di masa depanku. Terlalu gaduh. Terlalu.. ah, kau seperti sendok yang mengaduk secangkir teh yang tenang!
Kau mengepalkan kedua tanganmu. Ya, kupandang dirimu yang mencoba mengibaratkan sesuatu yang kuakui sebenarnya sangat romantis. Tapi..Aku tahu. Namun, tidakkah kau merasa jika.. Emm.. Tangan kanan ini tahu akan dirinya sebab kehadiran tangan kiri? Aku perlu seseorang menemani membantu memahami diriku. Mengingatkan siapa diriku sebenarnya.
Aku... Tak butuh orang lain membantuku memahami diri. Aku bisa. Sendiri.Ini masih sulit bagiku. Kau terlalu mendadak. Pun diriku tak tahu apakah kau Mr. Rightku dan apakah ini adalah The Right time to say yes.
See? Tak perlu beradu argumen denganmu lagi!Ya, tentu saja kau bisa. Aku tak meragukannya sama sekali..
Tapi, kau pernah dengar cerita The Notebook, kan ?
Ya, mengapa dengan itu?
Ah, lihat, kau meminta balasan juga.Allie dan Noah. Semua akan merenta, Runi. Lihatlah dari sisi feminis yang kau yakini sendiri. Aku bukan seseorang yang akan kau telepon untuk meminta bantuan.. Lalu setelah kubantu, aku menghilang. Atau aku meminta bantuanmu lalu setelah kau membantu aku lari tanpa terima kasih... Aku, akan selalu ada saat kau butuh bantuanku atau tidak. Aku akan disana. Dan sebagai balasannya..
Kupikir kau tulus melakukannya...
Aku hanya ingin meminta agar kau selalu butuh bantuanku...
Aku mematung. Speechless. Tersipu. Kau sungguh Dylan? Kau... Ya, ternyata waktu membuatmu menjadi pria yang dengan kesengajaan waktu juga dipertemukannya denganku.
Kau mengakhirinya dengan senyum. Senyum yang kembali menawarkanku keseruan masa kanak-kanak.Haha. Lihatlah dirimu! Maafkan aku Runi. Mungkin ini terlalu mendadak dan juga terlalu memaksa, tapi aku sangat senang bisa bertemu dan berbicara denganmu lagi. Di kotamu ini. Sampai jumpa, kuharap kita masih bisa bertemu lagi Runi. Kuharap segera.
Kau, could it be love?
-Runi