Jan 12, 2014

Meronce Kenangan: Dylan

Masih kau ingat tugas prakarya kita dari ibu Bansuhari?
Kau tiba-tiba menggiring ingatanku ke bangku SD.
Ah, Ya. Meronce, right?
Masih jelas diingatanku. Itu tugas menyenangkan terakhir yang kita kerjakan bersama.
Ya. Masih kau ingat ketika kita bertengkar karena aku memasukkan warna beads yang berbeda dan kau menarik benangnya hingga beads yang telah kita ronce itu jatuh berserakan ke lantai?
Kali ini nada bicaramu sedikit serius, memelan, tatapanmu kosong melihat rak kaset.
Hahah. Tak pernah kulupa itu.
Saat itu, pertama kalinya kulihat kau berderai air mata. Pertama kalinya kita bertengkar dan tak duduk sebangku lagi. Pertama kalinya kau tak melambai dan berteriak "Daah Dylaaan, si yu tumorooo" saat pulang sekolah. Tak berbicara hingga penaikan kelas. Hingga aku harus pindah ke kota kelahiran ayahku. Hingga 86 menit yang lalu saat kita memilih dvd yang sama di kotamu. Ya, 12 tahun berlalu, dan kau masih mengenaliku. Kau masih memakai cincin bunga matahari yang kuberikan, ah, yang kau pakai saat ini sudah cincin sungguhan.
Kita masih kanak-kanak saat itu.
Kau menatapku.
Kau memutus percakapan dalam hatiku. Sekian detik tanpa kedipan menatapmu.
Maaf.
Maafkan aku. Aku seharusnya langsung minta maaf padamu saat itu. Mengajakmu main ke lapangan saat itu.. Maaf.
Ahahah. Ya ampun Dylan, itu udah lama banget. Ga perlu minta maaflah.
Tawamu, masih tak berubah. Masih tak berubah.
Kita bisa bertemu lagi?
Aku masih ingin mendengar tawa itu. Kuharap kau bisa.
Ah ya. Tentu saja..
Baiklah. Sampai jumpa lagi, Runi.
See you, Dylan.


Pertemuan itu bukan pertemuan kawan lama biasa. Pertemuan kawan lama yang kubungkus dengan sejuta perasaan yang terpendam selama 12 tahun. Andai kau tahu aku terlalu merinduimu.
Terimakasih Tuhan, kau menjaganya dengan baik dan memberikanku kesempatan bertemu, mendengarkan tawanya lagi.

-Dylan

No comments: