Jan 14, 2014

Meronce Kenangan: Runi

Tidakkah kau tahu, mengerti satu hati dan satu kepala saja butuh bertahun-tahun. Kini aku harus berusaha mengerti dirimu, yang baru kutemui 56 menit yg lalu. Ah, tidak, ditambah dengan pertemuan kita kemarin sore itu. Dengan tawaranmu untuk  mengerti diriku, aku kau ajak untuk membalas mengerti. Tak semudah itu, Dylan.
Kemarin, kita baru saja bertemu. Suatu ketidak sengajaan yang memang sungguh saat kuharapkan, bertemu denganmu lagi. Tapi, dengan adanya kau kembali ke kehidupanku, semuanya seperti pusaran waktu yang tak mampu kukendalikan, masa lalu, saat ini, dan kini kau meminta agar kau ada di masa depanku. Terlalu gaduh. Terlalu.. ah, kau seperti sendok yang mengaduk secangkir teh yang tenang!
Aku tahu. Namun, tidakkah kau merasa jika.. Emm.. Tangan kanan ini tahu akan dirinya sebab kehadiran tangan kiri? Aku perlu seseorang menemani membantu memahami diriku. Mengingatkan siapa diriku sebenarnya.
Kau mengepalkan kedua tanganmu. Ya, kupandang dirimu yang mencoba mengibaratkan sesuatu yang kuakui sebenarnya sangat romantis. Tapi..
Aku... Tak butuh orang lain membantuku memahami diri. Aku bisa. Sendiri.
Ini masih sulit bagiku. Kau terlalu mendadak. Pun diriku tak tahu apakah kau Mr. Rightku dan apakah ini adalah The Right time to say yes.
Ya, tentu saja kau bisa. Aku tak meragukannya sama sekali..
See? Tak perlu beradu argumen denganmu lagi!
Tapi, kau pernah dengar cerita The Notebook, kan ?
Ya, mengapa dengan itu?
Allie dan Noah. Semua akan merenta, Runi. Lihatlah dari sisi feminis yang kau yakini sendiri. Aku bukan seseorang yang akan kau telepon untuk meminta bantuan.. Lalu setelah kubantu, aku menghilang. Atau aku meminta bantuanmu lalu setelah kau membantu aku lari tanpa terima kasih... Aku, akan selalu ada saat kau butuh bantuanku atau tidak. Aku akan disana. Dan sebagai balasannya..
Ah, lihat, kau meminta balasan juga.
Kupikir kau tulus melakukannya...
Aku hanya ingin meminta agar kau selalu butuh bantuanku...

Aku mematung. Speechless. Tersipu. Kau sungguh Dylan? Kau... Ya, ternyata waktu membuatmu menjadi pria yang dengan kesengajaan waktu juga dipertemukannya denganku.
Haha. Lihatlah dirimu! Maafkan aku Runi. Mungkin ini terlalu mendadak dan juga terlalu memaksa, tapi aku sangat senang bisa bertemu dan berbicara denganmu lagi. Di kotamu ini. Sampai jumpa, kuharap kita masih bisa bertemu lagi Runi. Kuharap segera.
Kau mengakhirinya dengan senyum. Senyum yang kembali menawarkanku keseruan masa kanak-kanak.
Kau, could it be love?

-Runi

Jan 12, 2014

Meronce Kenangan: Dylan

Masih kau ingat tugas prakarya kita dari ibu Bansuhari?
Kau tiba-tiba menggiring ingatanku ke bangku SD.
Ah, Ya. Meronce, right?
Masih jelas diingatanku. Itu tugas menyenangkan terakhir yang kita kerjakan bersama.
Ya. Masih kau ingat ketika kita bertengkar karena aku memasukkan warna beads yang berbeda dan kau menarik benangnya hingga beads yang telah kita ronce itu jatuh berserakan ke lantai?
Kali ini nada bicaramu sedikit serius, memelan, tatapanmu kosong melihat rak kaset.
Hahah. Tak pernah kulupa itu.
Saat itu, pertama kalinya kulihat kau berderai air mata. Pertama kalinya kita bertengkar dan tak duduk sebangku lagi. Pertama kalinya kau tak melambai dan berteriak "Daah Dylaaan, si yu tumorooo" saat pulang sekolah. Tak berbicara hingga penaikan kelas. Hingga aku harus pindah ke kota kelahiran ayahku. Hingga 86 menit yang lalu saat kita memilih dvd yang sama di kotamu. Ya, 12 tahun berlalu, dan kau masih mengenaliku. Kau masih memakai cincin bunga matahari yang kuberikan, ah, yang kau pakai saat ini sudah cincin sungguhan.
Kita masih kanak-kanak saat itu.
Kau menatapku.
Kau memutus percakapan dalam hatiku. Sekian detik tanpa kedipan menatapmu.
Maaf.
Maafkan aku. Aku seharusnya langsung minta maaf padamu saat itu. Mengajakmu main ke lapangan saat itu.. Maaf.
Ahahah. Ya ampun Dylan, itu udah lama banget. Ga perlu minta maaflah.
Tawamu, masih tak berubah. Masih tak berubah.
Kita bisa bertemu lagi?
Aku masih ingin mendengar tawa itu. Kuharap kau bisa.
Ah ya. Tentu saja..
Baiklah. Sampai jumpa lagi, Runi.
See you, Dylan.


Pertemuan itu bukan pertemuan kawan lama biasa. Pertemuan kawan lama yang kubungkus dengan sejuta perasaan yang terpendam selama 12 tahun. Andai kau tahu aku terlalu merinduimu.
Terimakasih Tuhan, kau menjaganya dengan baik dan memberikanku kesempatan bertemu, mendengarkan tawanya lagi.

-Dylan