Sep 6, 2011

sepertinya ini surat untukmu, boy.

Untuk kamu, ya kamu.
Masih untuk kamu.

Sebelumnya, terimakasih atas waktu yang telah kamu luangkan untuk rinduku sore itu.
Rada ga percaya kamu duduk di ruang tamuku dan mencicipi kue kering buatanku. haha. :D
kali ini postinganku rada mellow lagi. terbukti tiap beberapa menit ganti status d facebook dan twitter soal perasaan. gapapalah. just saying, wish you could understand. yang bodohnya aku, kamu pasti ga ngerti. karena kamu bukan cenayang yang bisa baca aku tanpa aku berkata apa-apa.

Apa kabar?
aku mengacaukan harimu lagi. siang ini. maaf. aku hanya berharap kamu bisa tau betapa dilemanya diriku sekarang. aku tak tau mau curhat ke siapa jika menyangkut tentang kamu. semua tentang kamu. aku ga mau orang-orang mikir yang tidak-tidak tentang kamu. jadi, jadilah aku dilema sendiri. curhat ke adek dan ibu memang membantu meringankan beban pikiran ini. tapi, ga sama kalo aku cerita ke kamu..
kapan? kapan aku bisa meneruskan cerita yang belum sempat aku ceritakan tadi?

sore itu, entah kenapa, aku jadi cerewet. biasanya ngga. kalo dihadapan cowo. aku beralasan, yah, kapan lagi? momen kaya' gini ga bisa terulang esok hari. ceritaku numpuk. ingin kubagi semua. tapi waktu mengharuskanku berhenti. meyakinkanku bahwa akan ada satu saat aku bisa menyambung cerita-ceritaku lagi. yah, tapi entah kapan.

aku demam. kau tau? haha. kau kaget saat kukatakan every weekend i get fever. itu benar, boy. haha! dan itu kuanggap suatu keapesan karena aku keluar di hari minggu sore disaat angin berhembus dengan kencang. jadilah aku meringis semalaman. ditambah dengan pesan singkat-pesan singkat yang dia kirimkan padaku. sesak, demam, pusing. ga ada obat yang pas selain menonaktifkan hape lalu tidur. kalian berdua sangat tidak sopan mengganggu orang sakit!

kalian seperti itu padaku. saling menceritakan kekurangan dan masalah yang terjadi dalam hubungan kalian. aku harus bagaimana? aku juga ingin berbagi tentang ini. aku ingin didengar! rasanya ingin menangis jika kalian berdua curhat padaku tentang hubungan kalian. padahal, kau boy, kau tau aku ga bisa biasa-biasa aja dengan curhatannya tentangmu. aku ingin sekali berbagi denganmu. tapi, sudahlah, kau sudah cukup pusing dengan menangani dia. kamu ga perlu pusing mikirin saya. sejak awal memang harusnya begitu.

tiba-tiba saya teringat ucapanmu kemarin malam, aku sempat hampir melupakanmu. aku sempat hampir terbiasa tanpamu. menganggapmu biasa saja. Aku berbohong kalo aku ga sesak dengarnya. tapi, semakin kucerna kata-katamu itu, ada perasaan tenang di lubuk hati. kau hampir bisa melupakanku. sumber lukamu. Senang tapi sesak. Yahh, aku berharap kau bisa melupakan aku. kita ga bertemu lagi, juga gapapa. aku bisa menahan rindu. dengan kembali menulismu di selembar kertas atau kembali aku berhadapan dengan keyboard dan monitor atau aku selipkan kau di doaku agar kau bahagia. aku terbiasa dengan semuanya. 3 tahun aku melakukannya!

anyway, apa kau tau mengapa aku menyukaimu? seharusnya kau tau.
aku menyukaimu karena kau yang menyukaiku! kau yang menjanjikanku masa 18 itu. kau yang mengajariku berharap. jadi jika sekarang kau berbalik, aku seharusnya tidak akan kenapa-kenapa. aku bukan lagi abege 18 tahun yang tergila-gila dengan cinta. aku berdamai dengan keadaan.

selama ini aku bersiap untuk melupakanmu. menghapusmu. kadang dalam proses itu, rasa rinduku menyesakkan hati, tak terbendung lagi. aku mengirimkan pesan singkat. balasan iya dek. knp? atau hanya pertanyaan kenapakow? sudah sangat melegakan hati. hahah!

kali ini sepertinya aku siap menghapusmu. bukan karena kau sudah terlalu lama ada di benak dan tergantung begitu saja dianganku, tetapi dirimu sudah tergores jelas, tebal dan dalam, dihati orang lain. aku ga bisa memaksa keadaan untuk menghapusmu darinya. itu akan sangat sakit bagi dirinya. dirimu. dan terlebih juga aku, boy. lukanya akan susah disembuhkan. lama. aku tak tega membiarkan dia sakit seperti itu. tapi aku juga sangat tak tega melihatmu gelisah dan mumet hanya karena kami, 2 wanita yang bukan siapa-siapamu. jadi kupikir, kau mengambil langkah yang tepat. tidak memperdulikan kami. seperti isi pesan singkatmu siang tadi. sesak. kembali sesak kurasa. sesak sekali malah. tapi, itu sepertinya langkah yang paling tepat untuk kau ambil saat ini.

aku ga akan membiarkan siapapun menaruh janji padaku. tidak terkecuali dirimu, boy. aku ga bisa dibiarkan menunggu menggenggam harapan dari manusia yang mudah diputar balikkan hatinya. aku ga akan membuat komitmen pada siapapun hingga kurasa aku siap berkomitmen dengan seseorang itu. like my mom said, "Allah udah nyiapin "dia" buat kamu, nak.." dia yang aku ga tau siapa, mungkin kamu atau dia di luar sana..

aku menulis ini karena, mungkin kita akan kembali sulit berkomunikasi, bertemu apalagi. dan jikapun kita bertemu suatu saat nanti, mungkin bukan hal ini yang akan kita bicarakan. bukan tentang aku. kembali tentangmu. dan aku setia mendengarmu..

hal yang kamu sebut 'perjuangan' itu ga akan sia-sia, boy. kamu belajar banyak tentang hidup dari ini semua.

iya kan? :)




ps: aku ga tau kamu akan baca ini ato ngga. mungkin aku sudah sangat melukaimu. maaf. akulah yang harus minta maaf.. maaf atas air mata itu.

No comments: